Minggu, 09 Agustus 2015

Sekali Mendayung, Dua Tiga Pulau Ditinggalkan

Orang - orang berkata jatuh cinta itu indah, berjuta rasanya, menyenangkan. Buat ku BULLSHIT!! Memang, di satu sisi kata itu memang benar adanya. Tapi kita harus menerima konsekuensinya. Kita harus menerima resiko apa yang kita lakuin. Semakin besar rasa seseorang, semakin berat perasaan yang ditampung orang itu.

Gak selamanya jatuh cinta itu asyik. Gak selamanya jatuh cinta itu menyenangkan. Semua hal itu kalian dapatkan ketika perasaan kalian sanggup ditampung sama orang yang kalian cintai. Bagaimana dengan yang tidak direspon ? Bagai setetes hujan yang jatuh di tengah danau. Ada, tapi tidak akan dianggap. Memang beriak, tapi apakah ada orang yang rela ke tengah danau hanya untuk melihat riakan air tersebut ?

*Memainkan Piano : Heaven - Bryan Adams

"Laahhh, itu mulu yang kamu mainin, nggak ada lagu lain gitu?" Riri ngoceh.
"Lagu ini doang yang ku tau."
"Merendah aja kamu. Nampil di konser kemaren aja kamu tampil bersih dengan beberapa lagu."
"Itukan cuma keberuntungan ku, Riiii."
"Dari SMP kamu emang pandai ngeles ya, Di." sambil mukul lengan ku.

Hening.

Lantunan gitar yang dimainkan Riri menambah suara hiruk pikuk ruang musik ku. Tangan halusnya memeluk gitar dan jemarinya asyik memetikkan senar gitar. Sementara jemari ku sedang menari diatas Tuts Keyboard. Memainkan lagu kesukaan ku.

And baby, you're all that I want
When you're lyin' here in my arms
I'm findin' it hard to believe
We're in heaven

Iya, aku sedang jatuh cinta saat itu. Dengan orang yang bahkan tidak ada menarik-menariknya bagi kebanyakan orang. Berharap dapat menggenggam erat tangan hangatnya. Merangkulnya dengan penuh kasih sayang, dan memeluknya dengan segenggam cinta. Aku bahkan nggak tau cinta apakah itu namanya.

"Aku tau kamu kenapa sekarang. Kamu sedang jatuh cinta kan?" Riri memecah keheningan.
"Nggak perlu ku jawab."
"Kebiasaan kamu sih, tiap jatuh cinta kamu bakal memainkan lagu-lagu romantis lama. Tapi tumben yang melow banget?"
"Kali ini beda Ri. Kamu nggak pernah liat aku begini sebelumnya."
"Ayolah, cerita ke aku. Aku pengen denger apa yang kamu rasa."
"Ahh, pokoknya gitulah. Yuk, cari makan. Laper. Nyokap ku nggak masak hari ini."
"Kamu ngeboss kan?"
"Udaahh, ikut aja. Aku ijin minjem mobil sama bokap dulu."
"Bukannya kalo sama aku Bokap kamu pasti ngizinin ?"
"Formalitas aja daah. Haha."

Tiap jalan tanpa Riri, serasa nggak lengkap. Yang nggak lengkap itulah aku nggak tau. Si Riri inilah sahabat ku dari SMP. Aku dikenalin dengan dia sama Bokapnya yang juga temen bokap ku. Dia udah tau kebiasaanku gmana. Apa yang bakal kulakuin kedepannya semua harus bergantung pada keputusan dia. 

Saking dekatnya sama Riri, Nyokap udah menyuruhku  buat nembak si Riri. Yaa, kurasa kami berdua belum cocok buat pacaran. Masalah cinta aja masih saling curhat, gmana mau selesain masalah cinta sendiri coba. 

Aku sama Riri makan di tempat angkringan. Aku sama dia nggak ada masalah gengsi ke tempat yang beginian. Malah kami senang banget, harga pas buat dompet siswa, suasana hangat. Tempat nyaman. Mengingatkan tentang suasana Yogyakarta.

"Udah pengen cerita belum?" Lagi-lagi Riri membuka obrolan.
"Okelah. Kita cari tempat buat enak minum jus dulu." Pasrah, dia udah tau sikapku yang siap cerita.

Panjang lebar kubercerita ke Riri tentang masalahku. Tatapan mata-nya bersahabat. Wajah putih bersihnya meluluhkan hatiku untuk bercerita. Senyumnya menambah semangatku untuk saling sharing tentang masalah percintaan kami berdua.

"Jadi gitu. Kamu suka sama orang sampai-sampai adek kelas yang suka sama kamu sejak lama, kamu jauhin? Goblok. Tapi tumben banget yak. Tiap yang suka sama kamu, kamu langsung deketin kalo cantik. Kenapa ini kamu jauhin ? Apa sih yang menarik dari dia? Riri ngoceh layaknya Wartawan yang sedang mewawancari pelaku korupsi.

"Ya. Kan kubilang ini beda. Kakamu kamu tanya tentang apa menariknya dia, aku nggak bisa nemuin apa yang menjadi kriteria cewek idaman ku. Aku cuma suka sama dia. TITIK."
"Hmmmm. Cinta tak beralasan ya. Berat juga masalahnya. Kamu juga baru pertama juga sih ngalaminnya."
"Ahh, gitulah. Yaudah, balik yuk. Kuantar sampe rumah."

Ditengah perjalanan kerumah, aku melihat dua orang anak SMP sedang berpacaran di toko Milkshake. Pegangan tangan, kadang berbisik-bisik dan tertawa kecil. Cubit pipi. Mengingatkan ku tentang gmana pacarannya ku dulu. Memang, kalau diingat agak ilfeel, tapi itulah saat kita benar-benar dapat menuangkan perasaan kita dengan bebas ke seseorang. Ku semakin berhasrat dapatin orang yang ku suka.

"Gmana perkembangannya? Kamu makin deket nggak sama dia ?"
"Kayaknya belum deh, masih proses. Chatku aja jarang dibales. Di read aja kagak."
"Aku kasih saran mau ?"
"NOOPPPEEE. Terakhir kali kamu nyaranin aku kenalan sama cewek, aku malah di sergap satpam gara2 dikira Penjahat Kelamin."
"Yaah, nawarin diri aja sih. Gini aja, gmana kalo kamu minta saran dari temen kamu yg ahlinya dalam begini2?"
"Udah, Ri. Dua orang teman ku. Satu cewek, satu cowok. Udah ku ceritain semua ke mereka. Karena saran mereka, aku nge chat si dia ini."
"Nah, bagus dong. Kita liat ntar ya perkembangannya."

Semakin lama, aku semakin menginginkan dia untuk menjadi kekasih. Mengingat udah hampir 2 tahun ku sendirian, nggak punya pacar dan sebentar lagi lulus SMA, aku nggak bisa sia-siain masa SMA ku dengan nggak berpacaran. Aku harus usaha.

Sudah terlalu lama sendiri
Sudah terlalu lama aku asik sendiri
Lama tak ada yang menemani
Rasanyaaaaaa~~~

Tiap hari ku nge-stalk, nge chat yang aku tahu nggak bakalan di balas. Dan menulis beberapa cerita tentang cinta. Tentu saja ada kaitannya dengan "dia". Memainkan melodi yang cocok dengan suara ku. Menyanyikan berbagai lagu kesukaanku pada saat seperti ini. Dan tiap hari, seperti sedang di tengah lautan dan diatas kapal. Terombang ambing. 

Ya, hampir tiap hari nggak ada perkembangan sampai saatnya aku rencanain buat ngasih dia komik. Kebetulan dia juga komik lovers. Tapi berbeda denganku, Aku lebih suka ke action, dia ke romance. Jadi agak jijay gmana gitu kalo bacanya. 

Aku mulailah modus pengen kerumah dia cuma buat ketemu dan tatap muka langsung. Aku bahkan rela bohong2 ke dia supaya aku bisa sampai kerumahnya. Seenggaknya ketemu lah. Nggak sampe kerumahnya. Nah, ada suatu momen yg mengharuskan ku kerumahnya. Dia minta bantuan ku buat beli komik online. Yessssss. Girang. Buka celana dan joget-joget dengan titit yang menjuntai-juntai. Tanpa pikir panjang, aku langsung minta informasi yang ada dan cuusss ke ATM.

Setelah selesai transaksi lah aksi ku dimulai. Setelah mengelap ingus yang berceceran disekitar mulut, ku telepon dia buat ngasih bukti transfer. Setelah memastikan dia dirumah, aku balik kerumah dan mengambil komik yang udah siap ku serahin ke pemilik sesungguhnya. Di tengah jalan, aku selalu memikirkan kata apa yang bagus buat dibicarain. Tingkah apa yang mau kupake buat ngadepin dia. Setelah dipikirin dan sampai dirumahnya. Aku gugup. Nelpon dia buat keluar rumah. Ngasih komik dan bukti transfer. Terus pulang. FAAKK. Aku mati kutu buat ngomong apaan ke dia. Tapi yaudahlah. Yang penting ketemu, hati berbunga-bunga.

Semakin hari perkembangan semakin menurun. Aku nggak berani bilang atau chat apapun ke dia. Cuma stalking dan sharing dengan dua partner ku itu. Aku emang paling nggak bisa dalam naklukin cewek. 

"Udahlah, kalo emang nggak ada perkembangan, kamu tinggalin aja dia."
"Berat bagi ku."
"Tinggalin bukan berarti melepaskan, Di. Tinggalin ya tinggalin. Kamu masih bisa bertegur sapa ke dia."
"Tapi ku pengen dia jadi pacar ku."
"Jangan ambil resiko yang tinggi lah. Aku ngerti kamu. AKu temenmu yang paling bisa kamu andalin."
"Gini aja. Suruh temenku aja yang ngasih tau dia kakamu ku suka sama dia. Aku mau liat reaksinya."
"GILAAAA!!! Kalo reaksinya bagus nggak masalah. Kalo nggak bagus, kamu bakal di jauhin."
"Namanya juga pertaruhan."
"Kalo reaksinya nggak bagus, aku nggak bakalan negur kamu. Entah sampai kapanpun itu."

Jadilah aku pergi ke kedai kopi bersama partner ku yang cewek. Aku lagi-lagi minta saran. Dan ujung-ujungnya ya minta tolong dia supaya ngasih tau si doi kalo aku suka sama dia. Temenku nggak nyaranin itu. Resikonya terlalu tinggi. Aku tetap bersikeras buat ngeliat reaksinya.

Beberapa hari kemudian, aku ketemuan lagi. Dan berharap yang keluar dari mulutnya adalah berita bagus. Namun harapan tak sesuai kenyataan. Reaksinya nggak bagus. Dan si doi bener-bener membuat jarak yang terbentang lebar antara aku dan dia. Aku nggak bisa ngapa-ngapain selain mandang dia dari jauh.

Sampai-sampai di suatu acara, yang biasanya dia mengajakku foto bareng, kali ini bener-bener nggak ada satupun fotoku tertangkap kamera sama dia. Bener-bener hampa. Disetiap kulihat dia minta foto bareng temen-temenku yang lain, aku cuma duduk diam. Melihat pemandangan sekitar. Mendengar hiruk pikuk kota, dan melihat kabut yang menggumpal di saat bulan bersinar.

"Halo. Ri."
"Kenapa? Reaksinya nggak bagus?"
"I-Iya. Sekarang dia menjauh."
"Denger ya. Kalo cewek udah nggak tertarik sama orang, mau kamu usahain tetap aja dia nggak bakalan mau sama kamu. Yaa, kecuali dia kasian sama kamu. Dengar saran sahabat dikit kek!!!"
"Tapi Ri..........."

*Telepon ditutup*

Akhir cerita : Aku kehilangan orang yang ku sayang. Aku nggak tau pasti kapan aku punya perasaan ini ke dia, tetapi yang buat ku berhasrat buat dapetin dia adalah ketika kudengar dia pernah pacaran, tetapi hanya main-main. Aku ingin bersama dia buat ngerasain pacaran ala anak SMA. Nggak hanya dia, sahabat ku yang dari kecil nemanin ku sekarang udah nggak mau sms-an sama teleponan lagi. Aku kerumahnya, bokapnya bilang nggak ada dirumah. Padahal saat itu aku tahu aku yang salah. Dia bahkan lebih ngerti keadaanku dibanding diriku sendiri. Dia sahabatku yang paling ngerti diriku dan The Best of the best friends ever. 

Aku nggak hanya kehilangan satu, tapi dua orang yang penting.

Sekali mendayung, dua tiga pulau ditinggalkan. Mungkin itulah peribahasa yang cocok buat ku.

And baby, you're all that I want

When you're lyin' here in my arms
I'm findin' it hard to believe
We're in heaven

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembaca Yang Baik akan selalu memberi komentar yang baik