Jumat, 10 Oktober 2014

Sebatang Rokok Di Meja Biliard

Sebatang Rokok Di Meja Biliard
Cerpen Vebri Satriadi

            “Merokok dapat membunuhmu.”

            Itulah yang kudengar (lebih tepatnya) melihat tulisan di beberapa iklan TV maupun poster dijalanan. Tetapi entah kenapa orang seakan tidak peduli dengan kalimat itu. Malah kulihat semakin banyak yang jadi korban rokok disekitarku. Bahkan anak SD pun sudah bisa merokok. Aku heran mengapa itu bisa terjadi.

            Namun entah mengapa sampai saat ini aku tidak pernah mendengar kabar orang meninggal karena rokok. Yang kudengar hanyalah “Beliau meninggal diakibatkan serangan jantung, mungkin beliau sering merokok.” Semua orang meninggal karena penyakit berbahaya pasti dikaitkan dengan rokok.

            Sumpah, aku bukanlah perokok. Pernah sekali aku merokok ketika aku masih SD, dan pada akhirnya ketika aku menghisapnya, nafasku sesak tak karuan. Sejak saat itu aku semakin membenci rokok. Perokok ? Aku hanya risih melihat mereka merokok didepanku tetapi tidak pernah kubenci.

            Ditempat biasanya aku bermain biliard, banyak orang yang merokok. Laki-laki maupun perempuan. Aku heran dengan mudahnya mereka menghisap dalam-dalam asap yang beracun tersebut dan memasukkannya kedalam paru-paru. Bukankah itu rasanya sesak ? Ahh, biarlah. Mereka juga yang merasakan bagaimana merokok itu.

            Namun ada yang aneh ketika aku melihat seorang wanita yang bermain disebelah meja biliardku itu. Ia tidak bisa berhenti merokok. Setiap rokoknya habis terbakar, ia dengan cepat memasukkan 3 jarinya ke saku skinny jeans biru dongker sebelah kanan, mengambil sebatang rokok dan membakarnya dengan pemantik berwarna silver bergambar buaya. Ia hanya memakai tanktop hitam. Kesannya seperti terlalu santai untuk daerah di kota ku sekarang.

            Dengan asyiknya ia membidik tongkat biliardnya dan memukul bola putih untuk memasukkan bola lainnya. Wajah putih merona dengan bibir berlipstik merah terang semakin menambah pesona ketika ia sedang bermain biliard.

            Jujur saja, aku terbilang tidak mahir dalam bermain biliard ,karena aku sangat jarang bermain permainan bertongkat tersebut. Aku bermain hanya sesekali bersama teman-temanku. Mereka sangat jago dalam memainkannya. Wajar saja, mereka memakai peralatan lengkap dari sarung tangan, hingga tongkatnya pun mereka bawa dari rumah masing-masing. Aku ? Hanya mengandalkan peralatan yang disediakan oleh penyedia layanan meja biliard tersebut.

            Berbeda dengan wanita yang bermain disebelah meja biliardku. Ia tidak menggunakan apapun, tongkatnya pun sama sepertiku. Ia meletakkan tangan kanannya untuk menjadi alas, tangan kirinya memegang tongkat dan menusuk bola putih hingga mengenai salahsatu bola dimeja tersebut. Sepertinya ia Kidal. Namun hebatnya, ia dapat memasukkan hingga 4 bola berturut-turut.

            Aku takjub dengan permainan biliardnya yang mengagumkan. Dengan sepatu hak tinggi berwarna merah terang dan rambut lurus yang diikat kebelakang, ia seperti seorang professional dalam bermain biliard. Sangat berbeda dengan wanita lain yang ada di kotaku.

            Namun satu saja yang membuatnya kurang, yaitu rokok. Tidak lengkap rasanya jika wanita semenawan dirinya tidak dapat berhenti merokok. Padahal ia sudah membaca tulisan yang ada di bungkus rokok putihnya tersebut.

            “Merokok dapat membunuhmu.”

            Kenapa ia masih saja asyik menghisap kertas gulung yang diisi tembakau tersebut ? Mengambil rokok dan pemantik lalu membakarnya.  Menurut artikel yang kubaca, banyak bahan kimia yang masuk dalam tubuh kita saat menghisap rokok. Sialnya, perokok pasif lebih berbahaya ketimbang perokok aktif. Aku tidak tahu harus membencinya atau menyukainya.

            Lama-kelamaan, aku melihat ada sesosok pria dengan badan tegap berotot, dengan kaus hitam ketat dan berambut klimis menuju wanita tersebut. Namun betapa terkejutnya aku ketika ia datang menuju wanita tersebut langsung mencium bibirnya dengan penuh gairah kurasa. Setelah itu ia menemui teman-temannya.

            Aku berani bersumpah, awalnya aku berpikir mereka berdua mempunyai hubungan spesial seperti menikah atau bertunangan, tetapi segera kutepis pikiranku tersebut setelah melihat wanita tersebut menangis setelah dicium pria tersebut. Anehnya, setelah  menangis ia langsung merogoh sakunya dan biar kutebak, ia pasti ingin menghisap rokok.

            Ia kehabisan rokok. Itulah yang kulihat setelah ia membalikkan kotak rokoknya dan tak menemukan benda putih jatuh kebawah. Hanya ada pemantik api ditangannya. Aku mencoba mengambil inisiatif. Aku pergi ke kasir dan memesan sekotak rokok yang biasa ia hisap. Aku membelinya dengan harga Rp.15.000. Yah, anggap saja sisanya sebagai tip untuk pelayan.

            Setelah membeli rokok tersebut, aku langsung melemparkannya ke wanita itu. Ia menangkapnya. Dan seperti apa yang sudah ada di kepalaku, ia langsung membuka kotak tersebut lalu merokok dengan perlahan.

            “Mengapa tadi kau menangis?” rasa ingin tahuku tidak dapat terbendung lagi. Namun ia diam membisu. Tidak mau menjawab, atau tidak perlu menjawab.

            “Dia bukan siapa-siapa bagiku.” Ia langsung menghembuskan asap rokok yang membuatku sesak.

            “Mengapa ia menciummu tadi?”

            “Karena itu adalah hal yang ia sukai.”

            “Mengapa kau hanya terdiam lalu menangis sedangkan kau tidak menyukai hal tersebut?”

            Ia kembali terdiam. Kali ini ia tidak dapat berbicara lagi. Aku maklumi saja karena kulihat ia sangat frustasi setelah dicium pria tadi. Jujur saja, aku juga merasakan kesal yang mendalam kepada pria tersebut. Seenaknya saja ia mencium wanita kemudian berpaling darinya. Setidaknya, berikan sedikit waktu untuk mengobrol sebentar.

            Semakin lama, aku semakin ketagihan dalam bermain biliard. Kini aku sudah tidak ragu untuk membidik dan langsung mendorong bola putih. Sekarang tanganku sudah terbiasa memegang tongkat biliard. Setiap hari aku pergi kesana dengan pakaian santaiku.Dan setiap hari itu pula aku melihat wanita itu bermain dan setiap hari juga aku melihat wanita itu bibirnya dikecup pria tersebut.

            Uangku semakin lama semakin sedikit untuk membeli kecukupan. Tidak, bukan untuk kecukupanku, melainkan wanita itu. Aku selalu membelikannya sebatang rokok dan meletakkannya di meja biliard favoritnya. Ia selalu menangis ketika dicium pria tadi. Aku tidak tega melihat wanita menangis berkali-kali. Namun di sisi lain aku tidak tega ia selalu menghisap rokok sebagai penenangnya.

            “Kenapa kau lebih memilih rokok?”

            “Karena ini adalah satu-satunya yang dapat menenangkanku.”

            “Mengapa kau tidak coba memakai cara yang lain? Seperti memakan permen.”

            “Tidak, permen dapat membuat gigiku rusak.”

            “Maka rokok dapat membuat jantungmu rusak.”

            Kali ini ia kembali terdiam. Cukup lama diantara kami. Sehingga diantara kami pergi bermain biliard kembali. Suasana disana sedikit berbeda dari biasanya. Wajar saja, aku yang biasanya bermain di meja A 03, sekarang berpindah ke meja B 06. Berada ditengah-tengah keramaian dan lebih banyak menghirup asap rokok.

            Satu jam saja aku bermain disana. Aku sudah tidak tahan menghirup udara disana. Asap rokok bercampur dengan bau alkohol sangat tidak bersahabat bagiku. Aku memang orang rumahan yang jarang keluar.

            Di selasar lorong menuju parkiran, aku menemukan sesosok wanita berambut ikal panjang berpony. Ia berkata ingin berbicara kepadaku namun tidak hari ini. Maka ia memintaku untuk memberikan nomor telepon dan sesekali ingin mengajakku mengobrol sebentar. Ternyata ia adalah teman dari wanita perokok itu.

            “Jadi, dia adalah seorang tunangan dari pria itu. Dan karena itu pria tersebut selalu menciumnya ketika bertemu. Namun kenapa ia menangis setelah dicium?”

            “Sebenarnya masalahnya tidak sesederhana itu.”

            “Lalu kenapa?”

            “Sebenarnya ia tidak menginginkan pernikahan itu. Ibunya telah meninggal, sementara itu Ayahnya sudah tidak peduli lagi kepadanya. Lalu ayahnya memaksa ia supaya bertunangan dengan lelaki kenalannya.”

            “Kenapa harus dipaksa? Bukannya tidak ada larangan dan paksaan dalam menjalin sebuah hubungan?”

            “Kalau masalah itu, aku kurang tahu penyebabnya. Namun, aku mengerti perasaannya sekarang. Ia sudah berubah semenjak ia dipaksa bertunangan dengan pria itu.”

            “Lalu apa yang dapat kulakukan untuk membantunya?”

            “Sebaiknya kau tidak mencampuri urusan keluarga lain. Urus saja dirimu dan keluargamu.”

            Aku putuskan untuk pergi dari meja tersebut karena emosiku sudah tidak terkendali mendengarnya. Bagaimana tidak, seorang wanita yang kehilangan ibunya kini dipaksa ayahnya untuk bertunangan.

            Esoknya hatiku tergerak ingin bermain biliard lagi. Bukan untuk melihat wanita itu, tetapi melampiaskan emosiku untuk memukul bola sekuat-kuatnya. Namun sesampainya disana, aku tidak lagi melihatnya.

            Aku bertanya kesana kemari tentang wanita itu. Wajah-wajah yang sering kutemui disana berkata tidak tahu apa-apa mengenai wanita perokok itu. Sampai-sampai aku bertanya kepada kasir.

            “Maaf sebelumnya. Apakah anda yang sering memberikan wanita ini rokok?” lalu ia menunjukkan foto wanita perokok itu kepadaku.

            “Iya.”

            “Ini ada barang titipan untuk anda. Ia bilang undangan ini hanya diberikan kepada seorang yang bertanya kesana-kemari tentang dirinya.” aku melihat itu adalah sebuah buku.


            Aku langsung mengambil buku itu dan perlahan membukanya. Aku melihat dihalaman pertama terdapat foto ia bersama pria yang sering mengecup bibirnya. Sampai di halaman terakhir, aku baru sadar bahwa itu adalah surat undangan pernikahan. Pernikahan ia dan pria itu. Seorang wanita bernama Dema dan seorang pria bernama Victor.

2 komentar:

  1. ini bagus loh. beneran. gaya bertuturnya asik. ada sentilan moral juga di dalamnya. keep writing bro :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahaha. Ane masih belum apa2 dibanding ente bro :D

      Hapus

Pembaca Yang Baik akan selalu memberi komentar yang baik