Sebatang
Rokok Di Meja Biliard
Cerpen Vebri
Satriadi
“Merokok dapat membunuhmu.”
Itulah yang kudengar (lebih tepatnya)
melihat tulisan di beberapa iklan TV maupun poster dijalanan. Tetapi entah
kenapa orang seakan tidak peduli dengan kalimat itu. Malah kulihat semakin
banyak yang jadi korban rokok disekitarku. Bahkan anak SD pun sudah bisa
merokok. Aku heran mengapa itu bisa terjadi.
Namun entah mengapa sampai saat ini
aku tidak pernah mendengar kabar orang meninggal karena rokok. Yang kudengar
hanyalah “Beliau meninggal diakibatkan serangan jantung, mungkin beliau sering
merokok.” Semua orang meninggal karena penyakit berbahaya pasti dikaitkan
dengan rokok.
Sumpah, aku bukanlah perokok. Pernah
sekali aku merokok ketika aku masih SD, dan pada akhirnya ketika aku
menghisapnya, nafasku sesak tak karuan. Sejak saat itu aku semakin membenci
rokok. Perokok ? Aku hanya risih melihat mereka merokok didepanku tetapi tidak
pernah kubenci.
Ditempat biasanya aku bermain
biliard, banyak orang yang merokok. Laki-laki maupun perempuan. Aku heran
dengan mudahnya mereka menghisap dalam-dalam asap yang beracun tersebut dan
memasukkannya kedalam paru-paru. Bukankah itu rasanya sesak ? Ahh, biarlah.
Mereka juga yang merasakan bagaimana merokok itu.
Namun ada yang aneh ketika aku
melihat seorang wanita yang bermain disebelah meja biliardku itu. Ia tidak bisa
berhenti merokok. Setiap rokoknya habis terbakar, ia dengan cepat memasukkan 3
jarinya ke saku skinny jeans biru dongker sebelah kanan, mengambil sebatang
rokok dan membakarnya dengan pemantik berwarna silver bergambar buaya. Ia hanya
memakai tanktop hitam. Kesannya seperti terlalu santai untuk daerah di kota ku
sekarang.
Dengan asyiknya ia membidik tongkat
biliardnya dan memukul bola putih untuk memasukkan bola lainnya. Wajah putih
merona dengan bibir berlipstik merah terang semakin menambah pesona ketika ia
sedang bermain biliard.
Jujur saja, aku terbilang tidak
mahir dalam bermain biliard ,karena aku sangat jarang bermain permainan
bertongkat tersebut. Aku bermain hanya sesekali bersama teman-temanku. Mereka
sangat jago dalam memainkannya. Wajar saja, mereka memakai peralatan lengkap
dari sarung tangan, hingga tongkatnya pun mereka bawa dari rumah masing-masing.
Aku ? Hanya mengandalkan peralatan yang disediakan oleh penyedia layanan meja
biliard tersebut.
Berbeda dengan wanita yang bermain
disebelah meja biliardku. Ia tidak menggunakan apapun, tongkatnya pun sama
sepertiku. Ia meletakkan tangan kanannya untuk menjadi alas, tangan kirinya
memegang tongkat dan menusuk bola putih hingga mengenai salahsatu bola dimeja
tersebut. Sepertinya ia Kidal. Namun hebatnya, ia dapat memasukkan hingga 4
bola berturut-turut.
Aku takjub dengan permainan
biliardnya yang mengagumkan. Dengan sepatu hak tinggi berwarna merah terang dan
rambut lurus yang diikat kebelakang, ia seperti seorang professional dalam
bermain biliard. Sangat berbeda dengan wanita lain yang ada di kotaku.
Namun satu saja yang membuatnya
kurang, yaitu rokok. Tidak lengkap rasanya jika wanita semenawan dirinya tidak
dapat berhenti merokok. Padahal ia sudah membaca tulisan yang ada di bungkus
rokok putihnya tersebut.
“Merokok dapat membunuhmu.”
Kenapa ia masih saja asyik menghisap
kertas gulung yang diisi tembakau tersebut ? Mengambil rokok dan pemantik lalu
membakarnya. Menurut artikel yang
kubaca, banyak bahan kimia yang masuk dalam tubuh kita saat menghisap rokok.
Sialnya, perokok pasif lebih berbahaya ketimbang perokok aktif. Aku tidak tahu
harus membencinya atau menyukainya.
Lama-kelamaan, aku melihat ada sesosok
pria dengan badan tegap berotot, dengan kaus hitam ketat dan berambut klimis
menuju wanita tersebut. Namun betapa terkejutnya aku ketika ia datang menuju
wanita tersebut langsung mencium bibirnya dengan penuh gairah kurasa. Setelah
itu ia menemui teman-temannya.
Aku berani bersumpah, awalnya aku
berpikir mereka berdua mempunyai hubungan spesial seperti menikah atau
bertunangan, tetapi segera kutepis pikiranku tersebut setelah melihat wanita
tersebut menangis setelah dicium pria tersebut. Anehnya, setelah menangis ia langsung merogoh sakunya dan biar
kutebak, ia pasti ingin menghisap rokok.
Ia kehabisan rokok. Itulah yang
kulihat setelah ia membalikkan kotak rokoknya dan tak menemukan benda putih
jatuh kebawah. Hanya ada pemantik api ditangannya. Aku mencoba mengambil
inisiatif. Aku pergi ke kasir dan memesan sekotak rokok yang biasa ia hisap.
Aku membelinya dengan harga Rp.15.000. Yah, anggap saja sisanya sebagai tip
untuk pelayan.
Setelah membeli rokok tersebut, aku
langsung melemparkannya ke wanita itu. Ia menangkapnya. Dan seperti apa yang
sudah ada di kepalaku, ia langsung membuka kotak tersebut lalu merokok dengan
perlahan.
“Mengapa tadi kau menangis?” rasa
ingin tahuku tidak dapat terbendung lagi. Namun ia diam membisu. Tidak mau
menjawab, atau tidak perlu menjawab.
“Dia bukan siapa-siapa bagiku.” Ia
langsung menghembuskan asap rokok yang membuatku sesak.
“Mengapa ia menciummu tadi?”
“Karena itu adalah hal yang ia
sukai.”
“Mengapa kau hanya terdiam lalu
menangis sedangkan kau tidak menyukai hal tersebut?”
Ia kembali terdiam. Kali ini ia
tidak dapat berbicara lagi. Aku maklumi saja karena kulihat ia sangat frustasi setelah
dicium pria tadi. Jujur saja, aku juga merasakan kesal yang mendalam kepada
pria tersebut. Seenaknya saja ia mencium wanita kemudian berpaling darinya.
Setidaknya, berikan sedikit waktu untuk mengobrol sebentar.
Semakin lama, aku semakin ketagihan
dalam bermain biliard. Kini aku sudah tidak ragu untuk membidik dan langsung
mendorong bola putih. Sekarang tanganku sudah terbiasa memegang tongkat
biliard. Setiap hari aku pergi kesana dengan pakaian santaiku.Dan setiap hari
itu pula aku melihat wanita itu bermain dan setiap hari juga aku melihat wanita
itu bibirnya dikecup pria tersebut.
Uangku semakin lama semakin sedikit
untuk membeli kecukupan. Tidak, bukan untuk kecukupanku, melainkan wanita itu.
Aku selalu membelikannya sebatang rokok dan meletakkannya di meja biliard
favoritnya. Ia selalu menangis ketika dicium pria tadi. Aku tidak tega melihat
wanita menangis berkali-kali. Namun di sisi lain aku tidak tega ia selalu
menghisap rokok sebagai penenangnya.
“Kenapa kau lebih memilih rokok?”
“Karena ini adalah satu-satunya yang
dapat menenangkanku.”
“Mengapa kau tidak coba memakai cara
yang lain? Seperti memakan permen.”
“Tidak, permen dapat membuat gigiku
rusak.”
“Maka rokok dapat membuat jantungmu
rusak.”
Kali ini ia kembali terdiam. Cukup
lama diantara kami. Sehingga diantara kami pergi bermain biliard kembali.
Suasana disana sedikit berbeda dari biasanya. Wajar saja, aku yang biasanya
bermain di meja A 03, sekarang berpindah ke meja B 06. Berada ditengah-tengah
keramaian dan lebih banyak menghirup asap rokok.
Satu jam saja aku bermain disana.
Aku sudah tidak tahan menghirup udara disana. Asap rokok bercampur dengan bau
alkohol sangat tidak bersahabat bagiku. Aku memang orang rumahan yang jarang
keluar.
Di selasar lorong menuju parkiran,
aku menemukan sesosok wanita berambut ikal panjang berpony. Ia berkata ingin
berbicara kepadaku namun tidak hari ini. Maka ia memintaku untuk memberikan
nomor telepon dan sesekali ingin mengajakku mengobrol sebentar. Ternyata ia
adalah teman dari wanita perokok itu.
“Jadi, dia adalah seorang tunangan
dari pria itu. Dan karena itu pria tersebut selalu menciumnya ketika bertemu.
Namun kenapa ia menangis setelah dicium?”
“Sebenarnya masalahnya tidak
sesederhana itu.”
“Lalu kenapa?”
“Sebenarnya ia tidak menginginkan
pernikahan itu. Ibunya telah meninggal, sementara itu Ayahnya sudah tidak
peduli lagi kepadanya. Lalu ayahnya memaksa ia supaya bertunangan dengan lelaki
kenalannya.”
“Kenapa harus dipaksa? Bukannya
tidak ada larangan dan paksaan dalam menjalin sebuah hubungan?”
“Kalau masalah itu, aku kurang tahu
penyebabnya. Namun, aku mengerti perasaannya sekarang. Ia sudah berubah
semenjak ia dipaksa bertunangan dengan pria itu.”
“Lalu apa yang dapat kulakukan untuk
membantunya?”
“Sebaiknya kau tidak mencampuri
urusan keluarga lain. Urus saja dirimu dan keluargamu.”
Aku putuskan untuk pergi dari meja
tersebut karena emosiku sudah tidak terkendali mendengarnya. Bagaimana tidak,
seorang wanita yang kehilangan ibunya kini dipaksa ayahnya untuk bertunangan.
Esoknya hatiku tergerak ingin
bermain biliard lagi. Bukan untuk melihat wanita itu, tetapi melampiaskan
emosiku untuk memukul bola sekuat-kuatnya. Namun sesampainya disana, aku tidak
lagi melihatnya.
Aku bertanya kesana kemari tentang
wanita itu. Wajah-wajah yang sering kutemui disana berkata tidak tahu apa-apa
mengenai wanita perokok itu. Sampai-sampai aku bertanya kepada kasir.
“Maaf sebelumnya. Apakah anda yang
sering memberikan wanita ini rokok?” lalu ia menunjukkan foto wanita perokok
itu kepadaku.
“Iya.”
“Ini ada barang titipan untuk anda. Ia bilang
undangan ini hanya diberikan kepada seorang yang bertanya kesana-kemari tentang dirinya.” aku
melihat itu adalah sebuah buku.
Aku langsung mengambil buku itu dan
perlahan membukanya. Aku melihat dihalaman pertama terdapat foto ia bersama
pria yang sering mengecup bibirnya. Sampai di halaman terakhir, aku baru sadar
bahwa itu adalah surat undangan pernikahan. Pernikahan ia dan pria itu. Seorang
wanita bernama Dema dan seorang pria bernama Victor.
ini bagus loh. beneran. gaya bertuturnya asik. ada sentilan moral juga di dalamnya. keep writing bro :D
BalasHapusAhaha. Ane masih belum apa2 dibanding ente bro :D
Hapus