Rabu, 06 Mei 2015

I Can't Do It

Ehm. Kali ini gue nulis cerpen lagi. Sebelumnya gue nggak pernah kan bicara gini sebelum Cerpen dimulai ? Haha. Gue nulis ini buat persembahan untuk orang yang disana.

Yaahh, semoga perasaan gue bisa tercurah lewat cerpen gue yang satu ini.

*****


*Telepon Adi berdering*

"Halo sayang, kita jadi jalan kan malam ini ?" suara di seberang sudah bisa ditebak oleh Adi.
"Maaf ya. Aku nggak bisa. Malam ini ada acara keluarga. Aku juga baru tahu kalo malam ini ada acara kelua.........."

*Telepon ditutup*

Akhir-akhir ini, hubungan Adi dengan Tias sangat mengkhawatirkan. Hubungan mereka sepertinya sudah di ambang batas. Awan-awan indah yang membentuk cinta mereka perlahan mulai menghilang, semakin tipis. Adi sudah berusaha keras untuk memperbaiki hubungan dengan pacarnya. Tetapi hasilnya bagaikan ingin memeluk bulan.


Adi mulai muak dengan semua yang ia hadapi sekarang. Tiap kali ia bertindak, selalu salah di mata Tias. Adi selalu ingin membantah, tetapi ia sudah tahu semua sifat wanita. Ia mengambil tindakan untuk menyimpan semua amarahnya dalam-dalam dengan jalan-jalan di sekitar taman kota. Dengan Honda Jazz merah miliknya, ia memacu mobilnya tersebut berkeliling kota dan akhirnya menetap di Taman.

Pemandangan asri dari pohon-pohon sedikit mengurangi penat yang ada di dalam kepala Adi. Melihat anak kecil berlari sambil tertawa semakin membuat hati Adi lebih ceria. Diambilnya dompet dari sakunya dan dibelikannya anak itu sebuah permen kapas. Tentu, anak itu sangat senang menerimanya. Angin pun mendesah meniupkan udaranya yang sejuk.

Disaat itulah ia mulai terhenyak untuk kembali menghubungi pacarnya. Sekedar untuk permintaan maaf sekali lagi. Pikirnya mungkin saat inilah yang terbaik untuk mengucapkan maaf.

Namun berkali-kali Adi menelepon, Tias tetap tidak mengangkatnya. Berkali-kali ia mencoba tapi hasilnya nihil. Pikirannya mulai teraduk-aduk kembali dengan keadaan seperti itu. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi.

"Woi kampret, lu ngapain disana ?" Nisa, sahabat baik Adi menelpon.
"Dimana apanya kampret ?"
"Itu, lu lagi duduk kursi taman kota."
"Lha, tahu darimana lu gue disini ?"
"Gue dibelakang lu, setan."

Nisa adalah wanita dengan tubuh kurus berhijab. Ia memang baru saja mengenal Adi. Tetapi kedekatan mereka sudah tidak dipungkiri lagi. Banyak orang berpikir mereka berpacaran.

Nisa duduk di dekat Adi. Tepat di sebelah kanannya.

"Lo kenapa murung gitu ? Berantem lagi sama pacar lo ?"
"Haha, biasa. Namanya juga cewek."
"Ahh, sok strong lo jadi cowok. Udah cerita aja ke gue. Gue bakalan ngasih solusi kok."
"Udah, gak perlu. Lo cuma perlu sediain tempat buat gue istirahat aja."
"Hmmm, yaudah. Minggir dulu."

Adi bergeser sedikit kekiri untuk memberi ruang kepada Nisa.

"Nih, baring aja disini." sambil menawarkan bagian paha.
"Lo yakin nih?"
"Yaudah kalo gak mau."
"Ehh, jangan. Oke, gue baring di situ yeee."
"Iya buruan."

Terasa perasaan hangat di hati dan kepala Adi yang begitu kental.

Waktu berlalu. Adi akhirnya ingin bercerita tentang keluh kesahnya terhadap pacarnya tersebut. Perasaan sendu menghampiri mereka berdua. Angin semilir dari pohon semakin menambah keharuan hubungan antara Adi dan Nisa. Sementara Nisa hanya mengangguk dan mendengarkan apa yang Adi bicarakan.

"Ad, gue suka sama lo."

Keheningan mengelilingi mereka. Burung seakan berhenti bernyanyi. Angin menghentikan dawai merdunya.

"Gue suka sama lo juga. Haha."
"Beneran ? Haha, berarti kita jo......"
"Gue suka lo jadi sahabat gue nis. Haha."

Angin bertiup kencang.

Dengan begitu, berakhirlah kisah asmara antara Nisa dan Adi. Mereka hanya tidak lebih dari sebatas sahabat. Orang-orang memanggilnya "Friendzone". Setelah hari itu, mereka menjalani hari-hari mereka dengan begitu biasa. Tidak ada kecanggungan di antara mereka berdua. Adi pun masih berpacaran dengan Tias.

Hingga akhirnya Tias sudah tidak tahan dengan hubungannya dengan Adi, ia memutuskan hubungan pacaran dengan Adi. Kini Adi sudah terbebas dari tekanan pacar. Namun ia menjadi sendiri. Ya, sendiri.

"Nis, gue udah putus sama Tias."
"Hah, beneran ? Kenapa putus."
"Kayak lo nggak tahu aja. Akhir-akhir ini Tias emang lagi sensi. Gue tanya dia PMS atau nggak, dia malah makin marah."
"Yaiyalah bego. Itu kan emang urusan perempuan sendiri. Gue aja gak berani nanyain. Btw, lo lagi ngincar siapa nih sekarang?"
"Ada sih, tapi gak mau gue jadiin pacar. Nunggu waktu aja kayaknya."
"Siapa namanya ?" Nisa semakin penasaran.
"Kan tinggal waktu aja goblok." Adi menjitak jidat Nisa yang putih mulus itu.
"Yaudah dah."
"Ada waktu nggak ? Makan malam yok."
"Tapi lu yang traktir."
"No Problem. Tapi sebelum itu, ikutin gue jalan-jalan dulu yah."

Mereka berjalan-jalan mengelilingi kota. Mungkin seluruh isi kota sudah pernah ia hampiri berdua. Bahkan tidak jarang juga mereka bergandeng tangan. Tidak ada perasaan canggung apapun saat mereka berdua. Mereka sudah lebih dari sahabat. Namun kurang dari pacaran. Hingga akhirnya mereka lapar dan makan malam di suatu restoran.

"Haha, baru kali ini yah. Kita jalan tapi nggak ada yang pacaran dari kita."Adi memulai percakapan.
"Iya. Kayak nggak ada yang mengganjal gitu. Kalo pacaran kan kita was-was. Takut kalo ada pacar yang tiba-tiba muncul dari kolong meja."
"Haha. Iya iya."

Keheningan kembali menyelimuti mereka berdua. Cukup lama. Cukup untuk membacakan sebaik puisi indah.

"Nis, pulang yuk. Udah malem. Ntar emak lu marah ke gua ntar."
"Kagak bakalan marah kalo gue jalan sama lu."
"Ya, takut aja ntar kalo lo pulang malem-malem. Cewek kan nggak boleh keluar malem."
"Iya bawel."

Mereka berdua naik ke Honda Jazz milik Adi. Diperjalanan, mereka tetap tidak berbicara sepatah katapun. Seperti ada yang mengganjal di mulut mereka. Seperti ada yang mereka ingin keluarkan, namun tidak bisa. Seperti semacam beton yang menimpa mulut mereka sehingga tidak bisa berkata-kata. Tanpa terasa, mobil Adi sudah terparkir di depan rumah Nisa.

Namun perlahan, tangan Adi mulai merayap. Merayap ke tangan Nisa. Memegang tangan Nisa yang kecil dan putih. Tidak, bukan hanya memegang, Adi menggenggam erat tangan Nisa yang tidak pernah digenggamnya. Terasa kehangatan luar biasa. Perasaannya seperti meledak-ledak. Semakin erat, genggamannya semakin terasa hangat. Lebih hangat dari kecupan bibir Tias.

"Ini cuma sebatas sahabat aja kan, Ad?"
"Nggak. Lebih dari itu kok."
"Kalo sahabat mah gue mau. Kalo lebih udah telat lo bilangnya gitu. Kemarin pas gue bilang suka sama lo, lo malah nganggap gue cuma sahabat. Gue saat itu pengen banget jadi pacar lu Ad. Gue nunggu dimana saat hubungan lo dengan Tias renggang banget. Udah lama gue nunggu itu Ad. Tapi apa hasilnya ? Gue terjebak friendzone sama lo. Maaf ya. Tapi sekarang gue lagi gak pengen pacaran. I Can't do it. Kita masih sahabat kan? Yaudah, gue turun dulu yah. Hati-hati dijalan." lalu mencium pipi Adi dengan mesra.

Nisa perlahan melepaskan genggaman Adi.

Adi baru tersadar bahwa ia masuk kedalam karmanya sendiri.

Ia hanya terdiam membisu.

6 komentar:

  1. wanjrit. balas dendam ini namanya mah. hahaha.
    tapi itu sahabat tapi udah nawarin paha. gua juga mau deh punya sahabat gitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ._.
      Bukan balas dendam bang. Udah telat buat bilang gitu si Adi ny

      Hapus
  2. si nisa ini terlalu jaim dan menjaga harga diri. Hehehe :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yeee. Si Nisa malah dibilang terlalu jaim -__-

      Hapus
  3. wah sayang banaget ya,pas nisa bilang suka si adi malah nganggap sahabat,ekh pas giliran si adi bilang suka nisanya gak mau pacaran.hehehe 1 sama dah :D

    BalasHapus

Pembaca Yang Baik akan selalu memberi komentar yang baik